Senin, 20 Februari 2017

Sejarah Majelis Ta'lim wal Maulid AR-Ridwan

 MAJELIS TA'LIM WAL MAULID AR-RIDWAN





Profil Majelis Ta’lim Wal Maulid Ar-Ridwan
Seperti dikatakan oleh para da’i dalam mimbar-mimbarnya, duduknya seorang ulama akan membawa rahmat dan keberkahan. Ini telah banyak terbukti kebenarannya. Salah satu buktinya adalah keberadaan Majelis Ta’lim wal Maulid Ar-Ridwan.
Merubah Kemunkaran
Majelis ini sebenarnya berangkat dari keprihatinan para ulama dan habaib di Malang Raya terhadap prilaku generasi muda yang dari hari ke hari semakin jauh dari ajaran Nabi. Mereka cenderung menganut gaya hidup bebas, pergaulan bebas, narkoba, miras, dan sebagainya. Kecenderungan generasi muda dalam kehidupan yang gelap dan bertabur kemunkaran itulah menurut para ulama harus dicari jalan keluarnya, agar para kawula muda tersebut tidak semakin tenggelam dalam dunia yang penuh kemaksiatan. “Mereka tidak perlu kita hilangkan akan tetapi harus kita rubah, seperti sabda Kanjeng Nabi SAW, “idza ro-aa minkum munkaron fal yughoyyirhu bi yadhi fain-lam yastathi’ fabi lisaanihi fain-lam yastathi’ fabi qolbihi wadzaalika adh’aful iman”. Orang yang melihat suatu kemungkaran, maka harus dirubah tapi orangnya tidak dihilangkan. Rasul mengatakan rubah, beliau tidak mengatakan hilangkan. Makanya Wali Songo ketika datang mereka berdakwah tidak dengan kekerasan untuk merubah kebiasaan buruk masyarakat seperti kemungkaran, akan tetapi dengan merubah adat dari kebiasaan nenek moyang kita itu dengan adab agama. Nah, mereka generasi muda yang salah arah ini kita rubah bukan dengan kekerasan” terang Habib Jamal bin Toha Baagil sang ketua majelis tersebut. “Jika generasi muda kita itu sekarang asik dengan konvoi dan konsernya, maka hal itu harus kita rubah dengan sholawatan dan dengan majelis maulid”, tambahnya.
Nasib masa depan bangsa ini ke depan bergantung terhadap generasi mudanya sekarang ini. Jika generasinya sekarang sudah sedemikian lemah dan rapuh bagaimana dengan nasib negeri ini. Maka perlu suatu gerakan untuk mengarahkan generasi muda agar menjadi generasi yang beragama dan berakhlak.
Pertemuan Tiga Habaib
Itulah awal pemikiran dan ide pembentukan sebuah majelis yang terkenal dengan jalsatul isnain (majelis senin malam). Alkisah, ketika Habib Jamal ziaroh ke Hadromaut dan bertemu dengan Habib Abdul Qodir Umar Mauladdawilah. Di sela-sela ziaroh itu, Habib Jamal berbincang-bincang dengan Habib Abdul Qodir Umar Mauladdawilah tentang kondisi dan strategi da’wah di Malang Raya. Maka dalam dialognya tersebut Habib Abdul Qodir mendorong terwujudnya majelis yang mewadahi para pemuda. Dan ketika sowan ke guru mereka, Habib Umar bin Hafidz, Pengasuh Pesantren Darul Musthofa, Hadhromaut, hal itu dikonfirmasikan kepada Habib Umar, dan tenyata respon Habib Umar sangat positif. Dukungan Habib Umar semakin membulatkan tekad beliau berdua untuk segera mendirikan majelis tersebut. Bahkan, Habib Umarlah yang memberikan nama Ar-Ridwan untuk majelis tersebut.
Sepulang dari Hadhromaut, Habib Jamal bersama Habib Abdul Qodir dan bergandengan tangan dengan Habib Ja’far Usman Al-Jufri, mengawali dan membuka berdirinya majelis Ar-Ridwan di Masjid Al-Huda, di Embong Arab, Kota Malang. Untuk mengawali majelis yang didominasi kaum muda ini, maka beliau bertiga meminta Habib Baqir Mauladawilah dan KH. Marzuki Musytamar untuk menjadi sesepuh dari majelis tersebut.
Jadikan Nabi Muhammad SAW sebagai idola kita
Kini, Majelis Ar-Ridwan telah digandrungi oleh para pemuda. Dengan penuh semangat, mereka mengikuti kemanapun jadwal majelis tersebut digelar. Saat ini sudah banyak yang meminta untuk segera dibentuk korwil di daerah masing-masing. Merekapun juga meluaskan jaringan dengan dunia maya melalui facebook.
Pada awal berdirinya, Majelis Ar-Ridwan hanya digelar satu bulan sekali setiap hari Senin bakda Isya. Namun, setelah melihat tingginya animo masyarakat dengan meminta agar digelar di wilayahnya, akhirnya pengurus majelis jalsatul isnain itu digelar sebulan dua kali. Bahkan, ke depan ada rencana akan digelar setiap hari Senin. Untuk segala perlengkapan sound system dan atribut Ar-Ridwan semua sudah disiapkan.
Kini menjelang satu tahun terhitung sejak mulai awal berdirinya, ribuan kaum muda selalu memadati kegiatan Majelis Ar-Ridwan. Para kawula muda itu membutuhkan figur ulama yang bisa membaur dan membimbing mereka. Habib Jamal selaku ketua dari majelis ini mengajak kepada seluruh kaum muda khususnya di Malang Raya dan se-Indonesia umumnya untuk segera kembali mengidolakan Kanjeng Nabi Muhammad SAW. “Jadikanlah Nabimu Muhammad SAW sebagai idolamu. Apabila kamu mengidolakan nabi, nabipun akan mencintaimu, Nabipun akan tidak melupakanmu kelak nanti di Telaga Kautsar. Jika kita bangga dengan Nabi Muhammad, maka kita harus bangga dengan sunnah-sunnah Nabi Muhammad. Tidak ada suatu kemulyaan, suatu kebanggaan bagi kita ummat Islam, khususnya para pemuda, melebihi kebahagiaan saat Nabi Muhammad hidup di hati kita. Nabi Muhammad tidak meninggal beliau hidup di hati para pemuda, para pemuda yang mencintai beliau, para pemuda yang menghidupkan dan bangga memegang syariat beliau, niscaya merekalah pemuda yang dibanggakan oleh Rasulullah SAW. Maka dari itu, kami harap untuk pemuda Malang Raya, para Arema, jika kamu bangga dengan pemain bolamu, maka kamu harus lebih bangga dengan Nabimu”.
Sumber: Arsip Tabloid Media Ummat (kontributor Sdr. Nasib Wahyudi)
Catatan: Majelis Ta’lim Wal Maulid Ar-Ridwan Malang Raya dilaksanakan setiap seminggu sekali pada hari Senin, ba’da isya’ awal (setelah sholat isya’). Diawali dengan sholat maghrib berjamaah di Masjid Al-Huda Embong Arab, lalu taklim umum rutinan bersama Habib Jamal Ba’agil, dilanjut sholat isya’ berjamaah, dan kemudian berangkat bersama-sama menuju lokasi majelis.

Lima tahun belakangan, umat Islam yang hadir di acara majelis dzikir di Malang Raya bak jamur tumbuh di musim hujan. Setiap ada majelis dzikir, puluhan ribu jamaah tumplek blek menghadiri. Di balik menggeliatnya jamaah ikut acara spiritual itu, nama Habib Achmad Jamal Toha Baagil patut ditonjolkan. Pendiri Majelis Ta’lim Wal Maulid Ar-Ridwan ini merintis majelis mulai dari satu jamaah hingga puluhan ribu jamaah.
****
Kondisi Habib Jamal, sapaan akrabnya sedang kurang sehat saat Jawa Pos Radar Malang ke kediamannya di Ponpes Anwarut Taufiq, Jl Metro 103, Sisir, Kota Batu, Kamis (16/1). Maklum, cuaca kota wisata yang sedang tak menentu dengan hembusan angin cukup kencang membuat daya tahan tubuhnya melemah.
Meski begitu, pria yang lahir 14 Februari 1977 tersebut tetap menyambutnya dengan ramah. Perbincangan tentang sejarah berdirinya majelis Ar-Ridwan pun begitu mengalir.

Habib Jamal


Menurut dia, pendirian majelis tersebut selepas dia menuntut ilmu di Ponpes Darul Mustofa di Hadramaut, Yaman. Dia terinspirasi oleh gurunya, Habib Umar Bin Hafid. Habib Jamal berada di Yaman pada 1996-2001.
Setiba di Indonesia, dia kembali ke kampung halamannya di Malang. Bersama salah satu sahabatnya, Habib Abdul Qodir, dia mulai merintis pengajian itu. Berawal dari pertemuan di Masjid Al Huda Embong Arab. Karena kegiatan berlangsung hari Senin, Habib Jamal menamai kegiatan tersebut sebagai Jalsatul Itsnain.
”Saat itu kami mulai berpindah-pindah. Dari rumah satu ke rumah yang lain. Dari masjid satu ke masjid yang lain. Dari dua orang antara saya dengan Habib Abdul Qodir, lalu berkembang menjadi sepuluh orang, lalu dua puluh orang, dan terus berkembang,” beber Habib Jamal.
Lebih lanjut, suami dari Ummu Umar tersebut menjelaskan, pada 2010 lalu mereka memiliki keinginan untuk lebih membesarkan jamaah ini. Habib Jamal kembali terbang ke Yaman dan menemui gurunya untuk meminta pertimbangan. Gurunya setuju. Keinginan itu makin menguatkan Habib Jamal untuk membesarkan jamaah yang konsen di pembacaan kitab soal tasawuf dan fiqih itu.
Pria yang dikarunia empat anak itu menyasar anak muda, khususnya suporter Arema, Aremania untuk bergabung dengan jamaahnya. Maka tak heran, jika Habib Jamal begitu dekat dengan komunitas Aremania. Pada sebuah kesempatan, dia juga menyempatkan diri berfoto dengan salah satu mantan anggota ofisial Arema, Mat Banteng dan Hadias, vokalis grup band suporter Can A Rock. Keduanya juga teman sekolahnya sewaktu kecil. Di sejumlah event Aremania, Habib Jamal juga hadir sebagai pemimpin dzikir.
Sejak dilaunching pada 2010 di masjid Al Huda, jamaah Ar-Ridwan pun makin banyak. Mereka butuh pengembangan-pengembangan baru. Saat ini juga ada ‘menu baru’ yaitu dengan mengundang penceramah. ”Dulu di awal-awal masih dua minggu sekali. Kalau sekarang kegiatannya rutin tiap Senin. Seminggu sekali,” tandas dia. (did/abm)

Ajak Taubat Preman lewat Sentuhan Psikologi

Cara unik berdakwah dilakukan Gus Ali Mustofa Asady. Pengasuh Ponpes Nurul Ulum, Kacuk, Sukun ini lebih konsen membina para preman, dan ahli maksiat. Lewat pendekatan psikologi jamaah, Gus Ali berhasil mengajak preman menjadi santrinya yang taat pada agama.
****
Gus Ali Mustofa lebih pas disebut sebagai kiai para preman. Maklum, dia lah yang sejak 2009 konsisten membina para preman. Kalau mayoritas masyarakat menganggap preman sebagai ”sampah”, di mata Gus Ali lain. Para preman yang kerap membuat kacau itu sebenarnya adalah manusia baik yang sama dengan manusia lain. Hanya saja,  para preman itu sedikit salah jalan saja. Nah, karena salah jalan, dirinya tergerak hati untuk membantu untuk meluruskan jalan itu. Sehingga preman itu mau kembali ke jalur kehidupan yang sesuai dengan rel agama.




Gus Ali Mustofa Asady – pengasuh Ponpes Nurul Ulum, Kacuk, Sukun
Tak mudah memang. Butuh nyali, ketelatenan, dan kesabaran yang luar biasa. Dan modal itu sudah dimiliki Gus Ali. Apalagi dengan latar belakang sarjana psikologi, ia bisa memberikan sentuhan psikologi untuk meluluhkan hati puluhan preman yang kini nyantri di pengajian Gubuk Bambu di kompleks Ponpes Nurul Ulum Jl Satsui Tubun No 17, Kacuk Kebonsari.
Ilmu ”melumpuhkan” preman ini sebenarnya warisan dari ayahnya, alm KH Suyuthi Dahlan. Abuya, sapaan KH Suyuthi merupakan perintis pengajian Gubuk Bambu itu. Saat itu Abuya dengan latar belakang ilmu agama yang mendalam melihat banyak temannya yang kebablasan menikmati kehidupan di duniawi. Semua yang dilarang agama, oleh teman-teman semasa kecil Abuya dijalani tanpa takut dengan dosa. Ibaratnya para teman-temannya banyak yang ahli molimo (mabuk, madon, main, maling, madat).
Karena prihatin dengan teman semasa kecilnya yang ahli molimo itu, pada 1989 Abuya mendirikan pengajian Gubug Bambu. Forum itu khusus bagi teman-temannya yang sudah jauh dari agama. Kali pertama yang mau ngaji ada 15 preman.  Abuya berhasil meyakinkan mereka bahwa di hadapan Allah SWT semua mahluk di dunia ini adalah sama.
Dengan pola itulah para preman yang akrab dengan dunia keras dan berhubungan langsung dengan molimo terpanggil hatinya. Setelah pengajian mereka diajak sahur, salat berjamaah, uang saku dan rokok. Hingga tahun 1993, saat Gus Ali masih mengenyam pendidikan di Darul Ulum, Jombang, mendapat surat dari Abuya. Dalam surat itu Gus Ali diminta meneruskan pengajian. Sejak saat itulah Gus Ali pun mengikuti amanah ayahnya mengembangkan kegiatan yang dilakukan bersama para preman. Kegiatan tersebut dilakukan hingga Abuya wafat pada tahun 2009 lalu. ”Pengajian dan istighotsah Gubug Bambu kami teruskan. Walau dipimpin bukan oleh orang biasa dan tidak berilmu tinggi,” ungkap bapak empat putra ini merendah.
Suami dari Khulasotul Aini ini meneruskan tongkat estafet yang diberikan sang abah. Setiap Minggu malam pukul 22.00, kegiatan digelar di Ponpes Nurul Ulum pria. Selain itu setiap bulan sekali di minggu terakhir juga digelar kegiatan dari masjid ke masjid. Bahkan pada pergantian tahun setiap tahunnya di Ponpes Nurul Ulum juga digelar doa dan istighotsah. Para jamaah datang dari berbagai kawasan di Malang Raya. Sebagian besar mereka sebelumnya hidup di dunia keras dan pernah melakukan molimo.(bb/abm)

Biasakan Istighotsah kepada Pelajar

Selain telaten membina para preman, Gus Ali Mustofa juga aktif hadir di sejumlah sekolah. Alumnus Universitas Darul Ulum Jombang ini mengajak para pelajar tingkat SMP-SMA untuk biasa dengan majelis dzikir. Khususnya di masa-masa menjelang ujian nasional (UN), Gus Ali kerap diundang sebagai motivator pelajar. Lagi-lagi dengan pendekatan psikologis, Gus Ali mengajak pelajar untuk percaya diri menjelang UN.  ”Banyak siswa yang tidak percaya diri menghadapi ujian. Dan itu sebuah tantangan berat bagi orang tua dan guru,” urai dia.
Pengajian ala Gus Ali ini tidak terlalu muluk. Usai mengajak istghotsah, ia hanya mengajak pelajar untuk mengingat akan besarnya perjuangan orang tua, khususnya ibu. Para pelajar diminta membayangkan bagaimana  seandainya ibu mereka tiba-tiba dipanggil Allah SWT. Apa yang dirasakan pelajar jika mengalami itu. Biasanya sehari sebelum acara istighotsah, Gus Ali sengaja meminta pelajar mengajak ibunya hadir. Nah, di saat momentum pelajar bersama ibunya itu, tak sedikit yang tiba-tiba menangis histeris dengan metode pengajian putra pertama alm KH Suyuthi Dahlan ini. Mereka menangis karena sadar jika selama ini kurang menghargai ibunya.
Nah, di situlah cara Gus Ali membangun motivasi pelajar sehingga ketika UN menjadi lebih semangat. Mereka merasa ingin memberikan yang terbaik untuk orang tuanya. Di puncak acara, para siswa diminta agar sungkem kepada orang tuanya masing-masing. Cara tersebut ternyata sangat berhasil. Secara psikologis, siswa akan terbawa emosi secara mendalam akan cita-cita orang tuanya. Menyelesaikan studinya dengan baik dengan nilai tinggi. Mau belajar lebih giat untuk menghadapi ujian.  Keyakinan bahwa dengan doa dan belajar, Allah akan membimbing mereka ke jalan kebaikan. Mendapatkan nilai baik dan lulus sekolah. ”Bahkan kegiatan tersebut juga berdampak potitif di keluarga. Ada juga siswa yang sebelumnya tidak akrab dengan orang tua mulai sayang dan menemukan kehidupan barunya,” beber Gus Ali. (bb/abm)

Koordinir 15 Ribu Jamaah, Bentuk 31 Korwil

Majelis Dzikir Riyadlul Jannah termasuk kelompok  lama di Malang Raya. Dibentuk sejak tahun 2008, majelis maulid wa taklim pimpinan KH. Abd Rochim Syadzily ini memiliki jamaah hingga 20 ribu-an yang tersebar ke seluruh pelosok Malang Raya.
Kepada Jawa Pos Radar Malang, Gus Rochim, sapaan KH. Abd Rochim Syadzily menjelaskan jika misi majelis ini mengajak agar hidup semua jamaah lebih barokah. Untuk mencapai keberkahan hidup itu, salah satunya dengan mencintai Rasulullah. Terlebih di saat bulan maulid. ”Meskipun harta tidak banyak tapi kalau barokah bisa cukup. Begitu juga dengan keluarga bisa hidup tenang. Inilah yang selalu saya sampaikan dalam setiap ada acara. Intinya majelis ini ingin bermanfaat bagi umat muslim ,” terang Gus Rochim ditemui di rumahnya di Pendem, Batu, Sabtu (18/1).
Sebelum mendirikan majelis ini, Gus Rochim sempat mendengar ceramah salah seorang ulama besar yakni Habib Zein Bin Smith dari Madinah.. Ketika itu, Habib Zein banyak membahas tentang manfaat membaca salawat secara bersama-sama selama 40 hari saat bulan maulid tiba. Salah satu manfaatnya orang tersebut bisa mendapat nur atau cahaya Nabi Muhammad di akhirat kelak. ”Dan saya tanyakan lagi kepada guru saya di Surabaya, dan beliau mendukung pendirian itu,” imbuh pria kelahiran 14 Maret 1963 itu.
Nah, saat bulan maulid di tahun 2008 tiba itulah, Gus Rochim mendirikan Riyadlul Jannah. Sesuai keinginannya, bahwa majelis ini melakukan keliling selama 40 hari berturut-turut di 40 tempat berbeda di Malang Raya.”Ini sudah tahun keenam, Alhamdulillah diberi kelancaran,” tambah pria lima putra ini.
Saat ini, Gus Rochim mengaku sibuk luar biasa. Karena selama 40 hari dirinya harus menghadiri acara Riyadlul Jannah di 40 tempat berbeda setiap malam. Kendati demikian, ia merasa terpuaskan karena bisa membimbing umat muslim.
Dan yang membuat ia senang karena sejumlah jamaah merasakan mafaat dari majelis ini. ”Secara batin mereka puas, dan katanya membuat kehidupan berkah, baik dalam keluarga, rezeki dan lain sebagainya,” imbuh pengasuh Pondok Pesantren Riyadul Jannah ini.
Hal itu tentu saja membuat Kyai Rochim bangga. Lantaran, menurutnya, kebahagian hakiki dalam hidup ini bagaimana jika hidup sudah barokah.
Ditanya berapa jamaah hingga saat ini, Gus Rochim mengaku tidak pernah mendata secara resmi. ”Kurang lebih 15 ribu,” jelasnya.
Untuk memudahkan mengkoordinir belasan jamaah ini, ia membentuk kepengurusan hingga tingkat kecamatan hingga desa.  Untuk tingkat kecamatan pengurusnya disebut dengan korwil (koordinator wilayah). Hingga saat ini sudah beridir 31 korwil yang tersebar di 31 Kecamatan se- Malang Raya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar